Kolaborasi Mesra Adrie Basuki dan Kampung Perca Bogor
Wujudkan Fashion Ramah Lingkungan
Ketika pandemi Covid-19 melanda dan pembatasan aktivitas diberlakukan, saya memilih untuk mengisi hari-hari di rumah dengan belajar menjahit. Mengandalkan tutorial menjahit di Youtube, kreasi-kreasi sederhana mulai dari taplak meja, blouse hingga daster telah berhasil saya buat.
Untuk kebutuhan belajar menjahit ini, saya memilih menggunakan kain kiloan yang harganya lebih miring. Kok bisa lebih murah? Yah maklum saja, kain kiloan ini berasal dari kain sisa ekspor dan kain yang tak lulus uji kualitas dari pabrik tekstil atau garmen alias kain limbah.
Meski sudah memanfaatkan kain limbah, nyatanya kegemaran saya menjahit masih juga menghasilkan sampah. Dari hari ke hari tumpukan kain perca sisa menjahit semakin banyak. Kain perca yang berukuran cukup lebar masih bisa saya manfaatkan untuk membuat kerajinan dari kain perca seperti taplak meja. Namun masih saja menyisakan sampah kain ukuran kecil yang cukup banyak.
Nah, jika penjahit pemula seperti saya saja menghasilkan setumpuk sampah kain, lalu bagaimana dengan industri tekstil yang memproduksi ratusan bahkan ribuan pakaian setiap harinya? Pikiran dan rasa ingin tahu membawa saya pada fakta-fakta yang mencengangkan!
Ada Apa Dibalik Industri Fashion?
Industri fashion beberapa puluh tahun yang lalu berbeda dengan industri fashion masa kini. Jika dulu konsumen membeli pakaian karena kebutuhan, kini mereka membeli pakaian demi mengikuti tren fashion yang bergulir cepat. Laju perkembangan industri fashion tentu saja menimbulkan efek luar biasa.
Dilansir dari earth.org, industri fashion menggunakan air dalam jumlah besar yang melepaskan CO2 (karbondioksida), melibatkan bahan-bahan kimia yang berbahaya, menghabiskan energi dalam jumlah yang besar serta memakai material yang tidak terbarukan.
UNEP (United Nation Environment Programme) di tahun 2019 menyebut bahwa industri fashion merupakan industri terbesar kedua yang menghabiskan sumber daya air dan bertanggung jawab terhadap 10% emisi karbon dunia. Presentase ini bahkan melebihi emisi karbon yang dihasilkan seluruh penerbangan internasional dan transportasi laut.
Sementara itu di Indonesia, Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) dalam ”Manfaat Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan dari Ekonomi Sirkular” (2021) menyebut industri tekstil di Indonesia menghasilkan limbah hingga 2,3 juta ton di tahun 2019. Limbah ini tentunya akan bertambah seiring meningkatnya jumlah konsumen. Jika diasumsikan jumlah konsumen sebanyak 90 juta orang, maka jumlah ini diprediksi akan meningkat sebanyak 68% atau menjadi 3,5 juta di tahun 2030.
Tidak hanya efek negatif yang berkaitan dengan lingkungan hidup, industri fashion juga menyimpan fakta sosial yang tak bisa dibilang baik. Dilansir dari thewellnessfeed.com, 90% pekerja industri garment di seluruh dunia tidak punya kesempatan untuk bernegosiasi tentang upah kerja dan kesejahteraan mereka.
Fakta lainnya, 60% pekerja industri fahion adalah anak-anak dengan usia di bawah 18 tahun yang tak diberi upah semestinya dan berada di lingkungan kerja berbahaya. Anak-anak ini terancam kesehatannya karena sering terpapar bahan kimia berbahaya.
Fashion Ramah Lingkungan dan Adrie Basuki
Fakta-fakta betapa kejamnya industri fashion pada kelestarian bumi sudah tak bisa dibantah lagi. Mereka yang peduli pada keberlangsungan hidup bumi tentu saja tak bisa diam berpangku tangan. Kondisi ini kemudian melahirkan konsep sustainable fashion yang ramah lingkungan.
Apa itu sustainable fashion?
Dilansir dari greenelement.co.uk, sustainable fashion mengarah pada produksi pakaian yang dirancang, diproduksi, dipasarkan dan digunakan dengan meminimalkan efek negatif bagi bumi. Semua aspek dalam industri fashion harus dievaluasi supaya menjadi fashion ramah lingkungan mulai dari material, pemrosesan material, distribusi dan pengiriman, penggunaan oleh konsumen hingga pembuangannya.
Di Indonesia, brand fashion local yang mengusung konsep ramah lingkungan semakin banyak. Mereka merancang pakaian yang gampang didaur ulang, memanfaatkan material daur ulang dan mengandalkan pewarnaan alami yang ramah lingkungan. Nah, salah satu brand fashion local yang patut dibanggakan adalah brand fashion local Adrie Basuki milik perancang mode Adrie Basuki.
Berawal Dari Kecintaan Adrie Basuki Pada Kain Tenun Baduy
Ketika awal didirikan pada 2018, label Adrie Basuki berfokus pada pelestarian kain-kain khas Indonesia. Rupanya perancang mode asal Bogor ini jatuh hati pada kain tenun Baduy. Kain tenun Baduy bukan sekedar kain untuk kebutuhan sandang suku ini tetapi punya makna erat dengan tradisi dan kepercayaan.
Kain tenun Baduy adalah salah satu ciri khas tradisional masyarakat Suku Baduy yang bermukim di Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Provinsi Banten. Suku Baduy yang juga dikenal sebagai Urang Kanekes ini diperkirakan hingga kini populasinya mencapai 26.000 orang. Suku ini hidup menjauh dari dunia luar. Khususnya penduduk di kawasan Baduy Dalam memiliki keyakinan bahwa mereka tabu untuk didokumentasikan.
Dalam proses pembuatannya, kain tenun Baduy dikerjakan oleh kaum perempuan Suku Baduy. Kain tenun Baduy memiliki ciri khas bahan yang terasa agak kasar dengan warna yang dominan. Tekstur kain yang kasar tak lain merupakan bintik-bintik kapas yang dihasilkan dari proses pemintalan tradisional. Sedangkan warna-warnanya terinpirasi dari alam.
Pembuatan kain tenun Baduy diawali dengan memintal kapas hingga terbentuk benang dengan bantuan alat yang mereka ciptakan sendiri. Alat pemintalan ini disebut raraga atau gedogan. Selanjutnya dari bentuk benang inilah kemudian diteruskan dengan kegiatan menenun. Proses menenun sendiri membutuhkan waktu beberapa minggu hingga berbulan-bulan.
Dengan proses yang begitu lama dan rumit serta keunikannya, wajar jika Adrie Basuki tak ingin membuang begitu saja kain-kain tenun sisa olahan. Kain tenun bahkan sepotong kecil pun sangat berarti baginya. Kecintaan inilah yang mendorong Adrie untuk menekuni seni mengolah kain perca sehingga jadi bahan yang kembali berdaya guna.
Inilah awal mula brand fashion Adrie Basuki tak lagi hanya mengedepankan rancangan fashion yang indah dan berkualitas tetapi juga berorientasi pada sustainability. Local brand ini dengan teguh mengusung konsep zero waste, recycle, upcycle hingga pemberdayaan perempuan.
Kain Perca Marmer, Signature Label Adrie Basuki
Dengan orientasi sustainability mulai dari konsep zero waste, recycle dan upcycle, label Adrie Basuki memiliki signature atau ciri khas yang tak biasa. Signature label Adrie Basuki berupa marble patchwork alias perca marmer.
Marble patchwork dihasilkan dari sisa-sisa kain dan baju-baju yang berasal dari sejumlah garmen dan juga workshop Adrie Basuki. Kain-kain sisa selanjutnya dipilah-pilah, ada yang dicacah dalam ukuran lebih kecil, lalu dipress dan dijahit dengan tehnik quilting. Hasilnya, limbah kain ini menjadi kain baru dengan campuran warna yang menarik!
Dalam rancangan-rancangan Adrie Basuki, marble patchwork ini tidak digunakan secara full untuk sebuah busana. Marble patchwork biasanya diaplikasikan pada bagian tertentu saja mengingat ketebalannya. Misalnya saja di bagian tangan atau dada saja.
Marble patchwork pertama kali diusung Adrie Basuki diajang LPM (Lomba Perancang Mode) 2021. Tak disangka, koleksi yang diluncurkan mendapat respon yang sangat baik. Busana-busana yang menggunakan marble patchwork menjadi rancangan best seller.
Adrie Basuki dan Komunitas Kampung Perca Kota Bogor
Keberadaan label Adrie Basuki tak bisa dilepaskan dari Komunitas Kampung Perca Bogor. Sosok Adrie Basuki tak lain adalah inisiator berdirinya kampung sustainability yang diberi nama Kampung Perca bersama dengan Ibu Yane Ardian, Ibu walikota Bogor.
Di Kampung Perca Bogor yang berdiri sejak tahun 2020 ini, kaum perempuan dibekali dengan keterampilan baru sehinga mereka bisa memperoleh penghasilan sendiri. Sebagai inisiator, Adrie Basuki terjun langsung membina kaum ibu dengan memberikan pelatihan menjahit, memilih kain perca dan juga memadukan warna-warna kain sehingga tampil cantik.
Bermacam-macam produk Kampung Perca Bogor dipasarkan baik secara online maupun offline. Tak hanya itu saja, 30% hingga 40% koleksi label Adrie Basuki juga dibantu kaum ibu dari Kampung Perca Bogor.
Geliat Kampung Perca Bogor rupanya mampu menggugah sejumlah pihak yang peduli dengan pemberdayaan kaum perempuan dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Jika pada awalnya Kampung Perca Bogor hanya menempati sebuah bangunan di lantai 3 yang sudah tak digunakan lagi, kini komunitas ini telah mempunyai bangunan tetap dan ruang pameran yang memadai.
Kampung Perca Bogor yang terletak di Jalan Raya Wangun Atas RT 004 / RW 001, Gang Raden Alibasyah, Kelurahan Sindangsari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat memiliki 4 galeri yakni galeri utama sekaligus workshop yang disebut Galeri Pak Has, lalu Galeri Kriwil khusus untuk produk-produk seperti keset, taplak, dan sejumlah kuliner khas, Galeri Petok untuk sejumlah produk kerajinan seperti cempal berbentuk ayam dan Galeri Pangsi untuk produk-produk fashion seperti outer dan baju pangsi.
Tak hanya sebagai workshop dan galeri, Kampung Perca Bogor pun telah menjelma menjadi kampung tujuan wisata edukasi sustainability. Tentu saja ini pun menambah pemasukan bagi para pengrajin yang kini berjumlah 30 orang sekaligus menumbuhkan Sustainability Awareness atau Kesadaran berkelanjutan untuk menjaga dan menghargai lingkungan.
Kampung Perca Bogor
Desa wisata perca yang memberdayakan kaum perempuan.
Adrie Basuki
Adrie Basuki salah satu insiator Kampung Perca Bogor mendampingi kaum perempuan di Kampung Perca.
Pemberdayaan Kaum Perempuan
Kaum perempuan dibekali keterampilan mengolah perca untuk menambah penghasilan
Penutup
Nah, saat ini memang sudah banyak local brand yang mengedepankan konsep fashion ramah lingkungan, sustainability dan zero waste fashion. Sebagai perancang mode muda, Adrie Basuki telah ambil bagian di dalamnya. Namun label Adrie Basuki menawarkan sesuatu yang berbeda yakni the spirit of the brand’s DNA yang menggabungkan tiga DNA yakni proud of Indonesian Fabric, Sustainable Process dan Empowering Women. Dalam setiap koleksinya, tiga DNA itu selalu menjadi ciri khasnya.
Kesadaran para pelaku industri fashion seperti Adrie Basuki untuk memproduksi fashion yang ramah lingkungan tentu perlu didukung penuh. Harapannya sih supaya industri fashion yang ramah lingkungan seperti ini bisa berkembang pesat dan diikuti oleh para pelaku industri fashion lainnya.
Selain dengan membeli produk-produk fashion ramah lingkungan karya brand local seperti brand Adrie Basuki, kalian dan saya sebagai konsumen juga bisa melakukan aksi-aksi kecil untuk bumi yang lebih baik.
Aksi nyata yang bisa kalian lakukan adalah dengan mengurangi kebiasaan berbelanja pakaian baru dan melakukan daur ulang pakaian yang tidak terpakai, memilih pakaian berbahan katun organik, serta menghindari membeli pakaian berbahan nilon dan polyster.
Tak hanya itu saja, kalian juga bisa berkolaborasi dengan forum atau komunitas yang peduli pada lingkungan hidup demi mewujudkan bumi yang lebih baik. Misalnya saja dengan bergabung bersama Laruna Indonesia Fashion Forum. Dengan ambil bagian menjadi kontributor di Laruna, kalian berkesempatan membagikan narasi dan informasi edukatif seputar dunia fashion. Jika tertarik untuk menjadi kontributor, kalian bisa langsung mengunjungi link https://laruna.id/contributor/.
Tunggu apa lagi? Segera lakukan aksi-aksi nyata untuk mendukung fashion ramah lingkungan dan menjadikan bumi lebih baik!
Referensi:
adriebasuki.id
kabarinews.com/brand-lokal-yang-ramah-lingkungan/
jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/perca
www.un.org/sustainabledevelopment/blog/2019/08/actnow-for-zero-waste-fashion/
utvintageclothing.medium.com/the-environmental-impact-of-clothing-part-2-32e6e2566190
www.greenelement.co.uk/blog/how-to-be-a-sustainable-fashion-brand/
hearth.org/fast-fashion-statistics/
www.unep.org/news-and-stories/press-release/un-alliance-sustainable-fashion-addresses-damage-fast-fashion
www.sustainibabe.com/blog/environmental-impacts-fast-fashion-industry
goodonyou.eco/fast-fashion-facts/
ellenmacarthurfoundation.org/a-new-textiles-economy
www.wri.org/insights/numbers-economic-social-and-environmental-impacts-fast-fashion
Trackbacks/Pingbacks